Kamu
tahu pribahasa “siapa yang menanam dia yang menuai?”... kalau dipikir-pikir. Ternyata
banyak ya orang yang mengingkari peribahasanya sendiri. katanya yang menanam
lah yang menuai. Tapi sering kali orang menuai apa yang ditanam orang lain.
Lalu, apa dong yang orang itu tanam? Ga ada! Sama sekali ga ada.
Maaf
ya... kalau kata-kataku kasar. Ini hanya sekadar ungkapan hati saja. Beberapa hari
lalu, mungkin hampir 1 minggu, aku bertengkar dengan kakakku. Hanya karena
masalah makanan. Gila? Memang! Aku juga heran... seperti tidak ada cara
bertengkar yang keren saja. Mungkin sudah kehabisan gaya. Aku tidak mau
berpanjang-panjang mengenai masalahnya seperti apa dan bagaimana mulainya. Pokoknya
dari sebuah makanan, ibu membela aku, kakakku cemburu (dugaanku) dan akhirnya
marah. Ibu membiarkan... ya... aku juga!
Sampai
tiba suatu malam dia menumpahkan makanan. Makanan? Again? Iya... bagaimana lagi
ini memang ceritanya tidak jauh dari makanan. Si makanan yang tumpah itu dia
bilang salah aku yang menutup tempatnya tidak benar. Padahal aku hanya
mengikuti cara pertama ibuku menutup. Memang tidak kencang dan hanya ditaruh
begitu saja. Karena memang kalau mau ambil ya langsung saja dari kulkas. Tapi...
yaah... dasar memang lenjeh dia bawa itu tempat keluar dari kulkas dan
ditenteng seperti memegang tas jinjing ala cewe. Ya jelas lah tumpah. Dia bersih
keras menyalahiku. Eits... i’m not that stupid. Aku juga bersih keras
menyatakan memang ya tempatnya seperti itu. Ibu lagi-lagi membelaku. Karena dugaanku
sepertinya benar kalau ia cemburu pada sikap ibu, ia kembali menggerutu kalau
aku yang salah. Saat aku cuci piring dia dengan sengajanya menumpahkan makanan
yang tadi berserakan di kursi karena tumpah ke tanganku. Menurutmu apa yang
akan terjadi? Pastilah aku melawan. Aku bilang saja “maksudnya apa nih sengaja
numpahin ke tangan orang?” eh dengan polosnya dia bilang “ga sengaja”. Damn!! Do
you think i’m stupid like you? Do you think that i was a little girl who didn’t
understand what did you mean by that?? Kali ini ibu yang mendengar kami
berteriak. Biasalah melerai kami. Then finally... si bocah itu kena omel juga. Iya
lah kena omel. Bayangkan.... makanan ditumpahin ke wastafle buat nyuci. Betapa bodohnya.
Yah pasti itu makanan akan bikin mampet. Makanya dia diomelin. So... niat jahat
orang akan selalu dibalas yang setimpal dengan Tuhan. Bohong bilang ga sengaja
itu Cuma sekadar denial yang akhirnya ga akan bisa diterima dan ga bisa jadi
alasan lagi.
Sampai
sekarang kami masih bertengkar. Kemarin ibu marah-marah. Hal yang paling buat
aku kesal, sedih, marah dan semua perasaan kacau itu bercampur, ibu bilang
kalau “kalian udah merasa pinter ya makan bangku kuliah. Ibunya Cuma dianggap
orang bodoh ga kenal kuliahan makanya udah ga mau denger omongan ibu.” Kurang lebih
begitu. Aku lupa detailnya seperti apa. Yang jelas saat itu rasanya kalau bisa
aku mau tuli saja sesaat. Apa ibu tidak berpikir dengan baik? Maksudku, kenapa
bisa ibu berpikir mengenai aku sepicik itu? Apakah selama ini aku nampak
begitu? Sebegitu picik dan tidak warasnyakah aku dimata dan di pikiran ibu? Sampai
dikata-kata itu seolah tidak pernah ada kebaikan yang aku lakukan. Bahkan di
malam hari ketika aku masuk kamar, ibu pindah dan tidur di luar kamar. Sebegitu
hina nya kah aku dimatamu ibu? Hanya karena masalah seperti ini???
Sampai
tadi pagi aku terbangun dengan mata pedih. Kebanyakan menangis semalam. Saat ibu
pamit berangkat kerja pun seperti tidak niat mencium dan melambaikan tangan
padaku. Aku harus apa? Aku yang sendiri ini harus apa? Ah... gara-gara masalah
ini semalaman pikiran bodoh yang dulu hadir terlintas lagi dalam otakku. Aku yang
keras... aku yang kasar... ternyata memang rapuh... entahlah. Aku bingung harus
berkata apa. Aku ini sebenarnya kuat atau lemah sih? Kadang kuat, kadang lemah.
Kadang hanya teromabng-ambing seperti orang bodoh. Untuk menyampaikan kalau aku
tidak suka saja aku tidak bisa. Hanya untuk bilang “kata-kata ibu sangat
menyakitiku tadi. Aku tidak suka” hanya itu. Baiklah itu panjang “aku tidak
suka” 3 kata itu saja terungkap dari mulutku aku langsung jungkir balik
kesenangan karena akhirnya aku bisa menyampaikan perasaanku pada orang lain.
yang hidup terutama. Bukan yang tidak nyata seperti Aldi. Kenapa hanya dengan
dia aku nyaman?? Dengan Allah juga. Kalau aku pergi jauh mungikin aku dan
mereka akan senang. Aku tak lagi perlu menyampaikan perasaan bodohku pada
mereka dan mereka juga tak perlu
mendengar perasaan bodoh ini.
Apa
yang harus aku lakukan sekarang??? bisakah kau menolongku? Aku merasa sesak dan
rasanya sulit sekali bernaapas. Tolong aku...
_RedRose
No comments:
Post a Comment
Terimakasih karena telah menjadi saksi bisu...