19 Mei 2013
Di, hari ini aku menangis. merasa seperti orang bodoh. Menangis untuk
seseorang yang tidak paham mengapa aku menangisinya. Seperti orang bodoh kan?
Berharap bisa menjadi yang istimewa tapi jadi biasa saja. Mencoba untuk
menunjukkan, tapi tak ada gunanya.
Di, sejak pertengkaranku dengan ayah...aku merasa aku tak lagi bersimpati
padanya? Salahkah aku? Terlalu terluka apakah membuatku jadi seperti ini?
berharap ingin dimengerti tapi pada akhirnya tetap mengalah. Tetap diam tak
mengatakan apa-apa. Tetap diam tapi dalam hati terluka. Saat aku bertengkar
dengannya, aku benar-benar sakit hati. Ingin berteriak, ingin marah tapi malah
kena marah. Posisi “anak baik” dan “anak durhaka” bercampur di otak. Anak baik
haruskah menderita begini? Haruskah menyakitkan begini? Sedikitpun kata “maaf”
tak aku dapatkan. Padahal katanya kalau salah, tak peduli apa tingkatannya
harus selalu minta maaf. Tapi nyatanya...
Aku selalu menjadi anak baik. Memendam semua duka dan benci menjadi satu.
Bisakah aku tumbuh menjadi orang yang sehat? Dengan sejuta luka yang membekas,
masih sehatkah aku? Masih bisakah?
Di, jujur aku ingin bercerita. Tak berharap didengar, setidaknya aku bisa
menyampaikan semuanya. Tapi mulut selalu terkunci. Diotakku bergejolak semua
perasaan yang ingin di sampaikan. Bahkan kadang aku sudah mengumpulkan kekuatan
ekstra untuk bisa mengungkapkannya. tapi dihadapan mereka akhirnya aku tetap
terdiam membisu. Percuma semua kekuatan yang telah aku kumpulkan. Terlepas
menjadi energi yang percuma. Terlepas menjadi butir air mata dan kata tak
bermakna.
Di, syukurlah ada kau disini. Syukurlah kau masih menemaniku. Syukurlah
Tuhan masih memberiku kesempatan untuk bersamamu. Syukurlah aku masih bisa
bergerak dan mengungkapkannya semua padamu. Aku tak tahu seperti apa jadinya
kalau aku tak punya kau. Tak punya orang yang bisa menemaniku menangis di malam
hari. tak punya orang yang bisa memelukku ketika aku kesulitan. Tak punya orang
yang bisa membenahi hatiku ketika semuanya terasa berantakan. Tak ada yang bisa
mengobatiku ketika aku terluka parah. Aku senang ada kau di sini. Mengingat
bahwa aku memilikimu seperti memiliki taman bunga indah yang penuh dengan
kupu-kupu...
Maaf aku berlebihan seperti ini. maaf Di... Aku hanya ingin
mengungkapkannya. aku hanya ingin menyampaikannya. Kau tak perlu mendengarnya.
Hanya biarkanlah aku seperti ini. aku akan membiarkan diriku terlihat lemah
hanya di hadapanmu saja. Aku akan membiarkan diriku terlihat bodoh hanya di
hadapanmu saja. Karena memang hanya di sini aku merasa aman. Karena memang
hanya di sini aku merasa nyaman.
Sebentar lagi akan ada ujian Di. Sebentar lagi aku
akan masuk ke tahap peminatan. Apa yang harus aku pilih Di? Kau tahu apa yang
sebenarnya aku suka. Kau juga tahu apa yang ibuku suka. Bertentangan. Tapi
tetap saja di jalankan. Sekarang aku hanya punya satu pilihan tersisa. Pilihan
satunya seolah adalah jatah yang memang tak akan pernah aku ambil. Sekarang aku
harus pilih yang mana? Mana yang harus aku eliminasi? Aku bingung. Padahal aku
sudah menyampaikan apa yang aku suka. Padahal segala usaha telah aku lakukan.
Kecuali dengan menyampaikan dengan gamblang apa yang sebenarnya. Padahal aku
sudah bilang tak suka, sudah bilang tak mampu. Tapi... ya sudahlah. Hanya aku,
kau dan Tuhan yang tahu. Mengikuti kata hatimu kadang akan menyakiti beberapa
orang. Tahan saja. Tahan...tahan... tahan... jangan sampaikan. Diam saja. Diam.
Diam. Diam...
_RedRose
No comments:
Post a Comment
Terimakasih karena telah menjadi saksi bisu...