Wednesday 14 March 2012

Hari operasi #2

ini postingan Kamis, 19 Januari lalu

Ini sudah hari kedua pasca operasi yang ibu lakukan. Kemarin semuanya berjalan dengan lancar. Syukurlah. Meski sepanyang operasi aku hanya bisa menangis.
Jujur saja... Ketika ibu memasuki ruang observasi, aku merasa seperti ada di dunia lain yang tak aku sukai. Banyak orang di sana. Banyak orang yang menemani ibu, mereka tertawa, bercanda dan berusaha menenangkan ibu. Ibu pun nampak sangat tenang meski aku tahu di hatinya ada perasaan takut.

Kemarin, bukan hanya ibu saja yang operasi. Ada sekitar 5 pasien juga yang hari itu operasi, aku kurang tahu apa penyakitnya. Lagi pula saat itu aku tak peduli orang lain. Hal yang aku pedulikan hanya ibuku dan bagaimana caraku menahan air mata yang sejak tadi aku tahan. Ah... Hidungku benar benar memerah dan terasa panas saat itu.

Beberapa saat kemudian ibu diminta masuk ke ruang operasi. Kami diminta berdoa bersama dahulu sebelum ibu menjalani operasi. Saat itu pula tangisanku tumpah. Aku sudah tak bisa tahan lagi. Ibu akhirnya menangis karena melihatku menangis. Ibu bilang jangan menangis dan ia juga bilang kalau ia akan baik-baik saja. Aku tahu, aku tahu ibu pasti akan berkata seperti itu. Aku sangat tahu bahwa ibu pasti akan baik-baik saja. Ini bukan operasi yang besar sehingga kekhawatiranku memang seharusnya tak berlebihan. Namun bagaimanapun juga aku wanita. Aku wanita. Aku tak sanggup kalau harus menahan perasaanku seperti itu. Terlebih lagi aku sangat menyayangi ibu. Ya ibu... aku sangat menyayangimu. Sangat sayang.

Sore itu sekitar pukul 5 lebih ibu mulai masuk ruang operasi. Selanjutnya sekitar setengah jam kemudian ibu keluar ruang operasi namun dalam keadaan belum sadar. Pikiranku sangat kacau saat aku melihat ibu terbaring tak sadarkan diri dengan bantuan pernapasan melalui selang oksigen. Aku tetap sibuk menyeka air mata yang hampir menetes dari mataku. Sedangkan ayah memegangi tangan ibu dan berusaha menyadarkannya. Aku tak berani menyentuh ibu. Jangankan untuk menyentuhnya, untuk melihatnya saja aku takut. Kalau bisa aku ingin menonaktifkan penglihatanku sesaat. Sampai akhirnya adzan maghrib berkumanndang. Aku memutuskan untuk sholat dahulu. Aku dan kakakku segera sholat di kamar perawatan, ayah memutuskan untuk sholat di masjid.

Seusai aku sholat aku segera mendoakan ibui. Mengangkat kedua tanganku, menengadah dan meminta kepada Allah. Saat itu pula aku dengar ada yang membuka pintu kamar. Aku pikir, mungkin ibu sudah sadar. Ternyata benar. Saat aku ke ruangan observasi, ibu sudah membuka mata. Aku memegang tangannya. Mataku kembali mengeluarkan air mata. Aku berusaha menyekanya. Aku mendengar ibu mengatakan dengan suaranya yang masih bergetar dan sangat pelan. "Jangan menangis, ibu tidak apa-apa." Saat itu aku hanya menganggukkan kepalaku namun tetap saja aku menangis.


Saat ibu sudah dikembalikan ke ruang perawatan, keadaanku menjadi lebih tenang dari sebelumnya. Jujur saja saat itu mataku sangat pedih, hidungku panas, kakiku pegal karena sudah berdiri lebih dari 1 jam. Pinggangku pun sakit sekali. Badanku semuanya pegal dan rasanya sangat remuk. Semalaman aku tidak bisa tidur. Ibu masih belum bisa tidur, ibu batuk-batuk parah. Aku berusaha agar tellingaku tetap bisa terjaga meski mataku sudah terpejam. Aku tidur di atas sofa dan menghadap ke arah ibu. Acap kali ibu batuk aku bangun menanyakan apa ibu butuh minum atau tidak. Aku berusaha tetap terjaga meski yang lainnya sudah tertidur. Harus ada yang menemaninya. Harus ada yang mengawasi ibu. Selelah apapun aku harus tetap terjaga.

Hingga pagi pun tiba. Hari itu aku merasa waktu berjalan begitu cepat. 24 jam terasa hanya sekitar 6 jam. Padahal pagi ini aku harus ada seminar hingga pukul setengah lima sore. Aku harus sanggup bangun selama seminar berlangsung. Sudah begitu aku terburu-buru berangkat dan minum di kamarku habis pula. Pada akhirnya aku sarapan roti di jalan tanpa minum. Untung ketika sampai temanku membawa minum. Sebenarnya aku mau membeli minuman di mini market. Tapi sepagi itu belum ada mini market yang buka. Ketika menemui mini market 24 jam malah terlewat. Seperti krisis air saja.

Malam ini aku tidak menemani ibu di rumah sakit. Hanya ada kakakku di sana. Padahal aku ingin tetap di sana. Tapi rasanya tak mungkin. Besok aku harus mengumpulkan laporan penanggung jawaban. Hal yang aku takutkan adalah kakakku tak bisa menjaga ibu dengan baik. Aku bukan orang yang mudah percaya dengan orang lain. Apa lagi orang seperti kakakku yang sudah aku kenal. Semalam saja ia tidur dengan nyenyaknya padahal ibu terbatuk-batuk. Semoga ibu baik-baik saja di sana.


No comments:

Post a Comment

Terimakasih karena telah menjadi saksi bisu...